📚 Jenis, Karakteristik, Keunggulan & Kekurangan Bahan Ajar
Dalam proses pembelajaran, guru perlu memahami berbagai jenis bahan ajar beserta karakteristik, keunggulan, dan kekurangannya. Berikut tabel lengkap yang bisa dijadikan referensi:
| Jenis Bahan Ajar | Contoh | Karakteristik Utama | Keunggulan | Kekurangan |
|---|---|---|---|---|
| Cetak (Printed) | Buku Teks | Materi lengkap, sistematis, sesuai kurikulum | • Mudah dibawa • Sesuai standar • Sumber utama |
• Bisa membosankan • Kurang interaktif • Cepat usang |
| Cetak (Printed) | Modul | Belajar mandiri, ada evaluasi | • Dorong belajar mandiri • Tujuan jelas • Ada latihan |
• Lama disusun • Siswa malas bisa tidak selesai |
| Audio | Rekaman Ceramah | Belajar melalui suara guru/ahli | • Bisa diulang • Efektif untuk auditori |
• Tidak ada visual • Bisa membosankan |
| Visual | Poster | Gambar + teks singkat | • Atraktif • Mudah diingat • Bisa ditempel lama |
• Informasi terbatas • Kurang mendalam |
| Audio-Visual | Video Pembelajaran | Kombinasi suara & gambar | • Menarik • Bisa diulang • Visualisasi jelas |
• Butuh perangkat • Kadang internet |
| Multimedia | E-Learning | Teks, audio, gambar, video | • Akses kapan saja • Mendukung PJJ |
• Butuh internet • Tidak semua siswa mandiri |
| Lingkungan | Masjid | Tempat praktik ibadah nyata | • Pengalaman langsung • Menumbuhkan religiusitas |
• Butuh izin & waktu • Terbatas aturan masjid |
Jenis & Karakteristik Bahan Ajar PAI
Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) di Indonesia saat ini mengacu pada Kurikulum Merdeka maupun dokumen turunan Kurikulum 2013 yang masih digunakan di berbagai satuan pendidikan. Kurikulum tersebut dirancang untuk membentuk kompetensi utuh peserta didik yang tidak hanya terbatas pada pengetahuan agama secara kognitif, tetapi juga mencakup dimensi spiritual, pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran PAI bukan sekadar membuat siswa mampu menghafal dalil atau memahami teori keagamaan, melainkan juga menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam perilaku sehari-hari serta melatih keterampilan beragama secara praktis, seperti membaca Al-Qur’an dengan baik, melaksanakan ibadah dengan benar, dan menjunjung tinggi akhlak mulia.
Dalam konteks Kurikulum Merdeka, guru PAI didorong untuk merancang bahan ajar yang kontekstual, fleksibel, dan mampu mengaitkan nilai-nilai agama dengan kehidupan nyata peserta didik. Hal ini penting karena pembelajaran agama yang hanya bersifat teoretis sering kali membuat siswa kesulitan menghubungkan pelajaran dengan pengalaman sehari-hari. Oleh sebab itu, bahan ajar PAI harus disusun dengan pendekatan yang integratif, di mana setiap topik mampu mengaitkan aspek kognitif dengan penguatan karakter dan pengamalan spiritual. Misalnya, pembahasan tentang kejujuran tidak hanya dijelaskan secara dalil Al-Qur’an dan hadis, tetapi juga dilengkapi dengan studi kasus nyata, kegiatan refleksi, hingga proyek sederhana yang melatih siswa untuk bersikap jujur dalam lingkungan sekolah maupun keluarga.
Dengan demikian, bahan ajar PAI yang selaras dengan kurikulum akan berfungsi sebagai sarana transfer ilmu sekaligus media pembinaan karakter Islami. Kurikulum nasional menekankan bahwa kompetensi peserta didik dalam PAI mencakup tiga ranah besar, yaitu kognitif (mengetahui dan memahami ajaran Islam), afektif (menumbuhkan sikap positif, akhlak mulia, dan kesadaran spiritual), serta psikomotorik (mampu mengamalkan ajaran dalam tindakan nyata). Oleh karena itu, setiap bahan ajar yang dikembangkan hendaknya menyentuh ketiga ranah ini agar tujuan pendidikan agama Islam dapat tercapai secara utuh.
1. Jenis-jenis Bahan Ajar PAI
-
Buku Teks / Buku Siswa PAI
Buku teks atau buku siswa PAI merupakan sumber utama yang digunakan dalam proses pembelajaran karena telah disusun secara sistematis mengikuti Kompetensi Dasar (KD) dan capaian pembelajaran yang ditetapkan dalam kurikulum. Buku ini biasanya berisi penjelasan materi pokok, ayat-ayat Al-Qur’an, hadis, kisah teladan, latihan soal, hingga rangkuman yang membantu siswa memahami ajaran Islam secara menyeluruh.
Kelebihan buku teks adalah sifatnya yang terstandar, sehingga setiap siswa di berbagai sekolah dapat memperoleh materi yang relatif sama dan sesuai dengan ketentuan Kementerian Pendidikan. Selain itu, buku teks PAI juga berfungsi sebagai guiding material yang memudahkan guru dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) maupun modul ajar.
Namun, agar lebih efektif, buku teks tidak boleh hanya dibaca secara pasif. Guru perlu menggunakannya sebagai titik awal untuk memperkaya diskusi, memberi contoh kontekstual, serta mengaitkan isi buku dengan kehidupan nyata siswa. Dengan begitu, buku teks tidak hanya menjadi sumber hafalan, tetapi juga jembatan yang menghubungkan pengetahuan agama dengan pembentukan karakter dan keterampilan beragama. -
Modul Tematik / LKPD
Modul Tematik atau Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) berfungsi sebagai perangkat ajar yang mengintegrasikan materi PAI dengan tema tertentu serta aktivitas yang mendorong siswa belajar secara mandiri maupun kolaboratif. Isi modul biasanya mencakup uraian konsep singkat, rangkaian kegiatan terstruktur seperti diskusi kelompok, simulasi, hingga tugas praktik ibadah (misalnya tata cara wudhu, salat, atau membaca Al-Qur’an). Selain itu, modul dilengkapi dengan latihan soal untuk mengukur pemahaman kognitif, serta aktivitas refleksi yang menguatkan pembentukan karakter religius, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian. Dengan demikian, LKPD tidak hanya menekankan aspek pengetahuan, tetapi juga menumbuhkan pengalaman spiritual dan sikap sosial siswa dalam kehidupan sehari-hari. -
Bahan Ajar Digital
Bahan ajar digital dalam PAI mencakup berbagai bentuk seperti e-modules, video pembelajaran, animasi interaktif, hingga aplikasi berbasis mobile yang mendukung pemahaman konsep agama secara kontekstual. Keunggulan bahan ajar digital terletak pada kemampuannya menghadirkan pengalaman belajar yang lebih menarik, visual, dan mudah diakses kapan saja serta di mana saja. Misalnya, e-modules dapat dilengkapi dengan tautan interaktif, kuis otomatis, dan ilustrasi audio-visual sehingga mendorong partisipasi aktif peserta didik. Sementara itu, video pembelajaran memungkinkan siswa melihat simulasi praktik ibadah seperti tata cara salat atau membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang benar.
Studi internasional menunjukkan bahwa efektivitas bahan ajar digital meningkat apabila dirancang dengan aktivitas belajar yang jelas, terstruktur, dan berbasis pada capaian pembelajaran. Misalnya, penelitian oleh Castro & Tumibay (2021) menekankan bahwa integrasi teknologi pendidikan yang terarah dapat meningkatkan keterlibatan siswa, memperkaya pengalaman belajar, serta mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Dengan demikian, penggunaan bahan ajar digital dalam PAI bukan hanya sekadar mengganti media cetak, tetapi menjadi sarana strategis untuk memperkuat aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.
Castro, R. L., & Tumibay, G. M. (2021). A literature review: Efficacy of online learning courses for higher education institutions using meta-analysis. Education and Information Technologies, 26(2), 1367–1385. https://doi.org/10.1007/s10639-019-10027-z -
Bahan Ajar Praktik
Bahan ajar praktik dalam PAI dirancang untuk memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik dalam melaksanakan ajaran Islam secara nyata. Contohnya berupa panduan ibadah seperti tata cara wudhu, salat, doa harian, dan dzikir yang dilengkapi dengan ilustrasi atau demonstrasi langkah demi langkah. Selain itu, bahan ajar praktik juga mencakup penerapan nilai-nilai moral dalam kehidupan sehari-hari, seperti kejujuran, disiplin, dan kepedulian sosial, yang diwujudkan melalui kegiatan proyek, kerja kelompok, atau layanan masyarakat.
Keunggulan bahan ajar praktik adalah kemampuannya menghubungkan aspek kognitif (pengetahuan agama) dengan afektif (penghayatan nilai) dan psikomotorik (keterampilan beribadah). Dengan keterlibatan langsung, siswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga terbiasa mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Studi internasional, misalnya oleh Sezer (2017), menunjukkan bahwa pembelajaran berbasis praktik mampu meningkatkan keterampilan religius siswa serta memperkuat internalisasi nilai moral karena melibatkan aspek pengalaman nyata dalam proses pembelajaran. Hal ini selaras dengan tujuan Kurikulum PAI yang menekankan keseimbangan antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
Sezer, R. (2017). The Effect of Experiential Learning on Religious Education: A Case Study on Prayer Practices. Religious Education, 112(4), 379–391. https://doi.org/10.1080/00344087.2016.1230987 -
Bahan Ajar Kontekstual / Lokal
Bahan ajar kontekstual atau lokal disusun dengan mengaitkan nilai-nilai Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan realitas sosial, budaya, dan lingkungan tempat siswa berada. Misalnya, dalam pembelajaran tentang zakat, guru dapat menggunakan contoh hasil pertanian lokal atau kegiatan ekonomi masyarakat setempat. Begitu pula saat membahas akhlak mulia, guru dapat memanfaatkan kearifan lokal seperti tradisi gotong royong, musyawarah desa, atau budaya saling menghormati antarwarga.
Pendekatan ini sejalan dengan semangat Kurikulum Merdeka yang menekankan pembelajaran bermakna, relevan, dan kontekstual bagi kehidupan peserta didik. Bahan ajar kontekstual tidak hanya memperkaya pemahaman siswa terhadap materi PAI, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa ajaran Islam hadir sebagai pedoman hidup dalam masyarakat nyata. Dengan demikian, siswa lebih mudah menginternalisasi nilai agama karena merasa dekat dengan pengalaman sehari-hari mereka.
Studi internasional, seperti yang dilakukan oleh Sobri et al. (2020), menunjukkan bahwa bahan ajar berbasis kearifan lokal terbukti mampu meningkatkan motivasi belajar, memperkuat identitas budaya, serta membantu siswa memahami nilai-nilai universal agama melalui praktik yang akrab dengan kehidupan mereka. Hal ini menegaskan bahwa integrasi nilai lokal dalam PAI mendukung pembentukan karakter yang religius sekaligus berakar pada budaya bangsa.
Sobri, M., Mustiningsih, M., & Gunawan, I. (2020). Local Wisdom-Based Learning to Improve Students’ Learning Motivation. Journal for the Education of Gifted Young Scientists, 8(1), 411–428. https://doi.org/10.17478/jegys.690540
2. Karakteristik Ideal Bahan Ajar PAI
Bahan ajar PAI yang ideal harus memiliki karakteristik:
Bahan ajar PAI yang dikembangkan dalam konteks Kurikulum Merdeka idealnya memiliki prinsip terintegrasi, autentik, kontekstual, inklusif, dan berbasis kompetensi. Terintegrasi berarti setiap bahan ajar menghubungkan aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam satu kesatuan yang saling mendukung. Penelitian oleh Beane (1997) menekankan bahwa pembelajaran terintegrasi memungkinkan siswa melihat keterhubungan antar-disiplin ilmu sehingga pengetahuan menjadi lebih bermakna.
Autentik bermakna bahan ajar dirancang dekat dengan kehidupan nyata, memberikan pengalaman belajar yang bermakna dan dapat diaplikasikan oleh siswa dalam keseharian. Lombardi (2007) menjelaskan bahwa pembelajaran autentik membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi melalui keterlibatan dalam masalah dan situasi nyata.
Kontekstual mengandung arti bahwa materi PAI harus dikaitkan dengan situasi sosial-budaya siswa serta tantangan kehidupan modern. Johnson (2002) menyebutkan bahwa pendekatan kontekstual dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman karena siswa belajar dalam kerangka pengalaman hidup mereka.
Inklusif menekankan bahwa setiap bahan ajar PAI menghargai keragaman latar belakang siswa tanpa diskriminasi, sehingga semua peserta didik memiliki kesempatan belajar yang sama. Florian & Black-Hawkins (2011) menunjukkan bahwa pendidikan inklusif tidak hanya membuka akses, tetapi juga mengembangkan strategi pembelajaran diferensiatif yang mampu memenuhi kebutuhan setiap siswa.
Berbasis kompetensi berarti bahan ajar disusun secara sistematis untuk mencapai capaian pembelajaran yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Spencer & Spencer (1993) menyebutkan bahwa pendekatan berbasis kompetensi menekankan hasil nyata berupa keterampilan dan perilaku yang dapat diamati, bukan sekadar penguasaan materi.
Menurut penelitian internasional, bahan ajar yang efektif adalah yang disajikan dalam langkah-langkah kecil, menyediakan kesempatan praktik, serta memberi ruang refleksi bagi peserta didik.
Asyafah, 2023 (International Review on Research-Based Instruction in Islamic Education)
Selain itu, hasil penelitian R&D tentang bahan ajar daring menegaskan bahwa:
Research & Development Study (International Journal of Instructional Design, 2022)
3. Prinsip Teknis & Pedagogis
-
Selaras dengan KD/KI/CP dimana setiap bahan ajar PAI harus dirancang dengan keterkaitan yang jelas pada Kompetensi Dasar (KD), Kompetensi Inti (KI), dan Capaian Pembelajaran (CP) yang berlaku dalam kurikulum. Hal ini memastikan arah pembelajaran tidak keluar dari tujuan utama pendidikan agama, yaitu membentuk kepribadian beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia. Selaras dengan penelitian oleh Tyler (1949), kurikulum dan bahan ajar yang efektif selalu berorientasi pada tujuan yang terukur.
Tyler, R. W. (1949). Basic principles of curriculum and instruction. University of Chicago Press.
-
Multimodal dimana bahan ajar PAI idealnya memadukan berbagai mode seperti teks, audio, video, simulasi, dan praktik langsung. Kombinasi multimodal ini dapat memperkuat pemahaman siswa dengan melibatkan lebih banyak indera. Misalnya, teks untuk konsep, audio untuk pelafalan doa, video untuk simulasi ibadah, dan praktik untuk keterampilan nyata. Mayer (2009) menyebut prinsip multimedia learning efektif meningkatkan transfer pengetahuan karena informasi disajikan dalam berbagai bentuk representasi.
Mayer, R. E. (2009). Multimedia learning (2nd ed.). Cambridge University Press.
-
Fokus Karakter dimana setiap bahan ajar PAI harus menekankan pembentukan karakter melalui aktivitas reflektif, diskusi nilai, hingga penilaian sikap. Karakter seperti kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian sosial harus terintegrasi dalam setiap aktivitas. Menurut Lickona (1996), pendidikan karakter yang efektif menuntut pengajaran nilai yang konsisten, penguatan melalui pengalaman nyata, dan evaluasi sikap dalam keseharian.
Lickona, T. (1996). Eleven principles of effective character education. Journal of Moral Education, 25(1), 93–100. https://doi.org/10.1080/0305724960250110
-
Keautentikan Sumber dimana bahan ajar PAI harus berbasis pada sumber utama ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, hadis sahih, serta penjelasan para ulama yang kredibel. Hal ini penting untuk menjaga kemurnian ajaran sekaligus memberikan landasan normatif yang kuat. Penelitian Hussain (2017) menegaskan bahwa penggunaan sumber autentik dalam pendidikan Islam dapat meningkatkan validitas materi dan mendorong pembentukan akhlak mulia.
Hussain, M. (2017). Authentic sources in Islamic education: The role of Qur’an and Hadith. Journal of Education and Practice, 8(10), 150–157.
-
Evaluasi Formatif dimana bahan ajar perlu menyediakan instrumen evaluasi seperti tes, rubrik penilaian, lembar observasi, maupun portofolio praktik ibadah. Evaluasi formatif memungkinkan guru mengetahui perkembangan siswa secara berkelanjutan dan memberi umpan balik untuk perbaikan. Black & Wiliam (1998) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penggunaan asesmen formatif mampu meningkatkan capaian belajar secara signifikan karena memberikan intervensi tepat waktu.
Black, P., & Wiliam, D. (1998). Assessment and classroom learning. Assessment in Education: Principles, Policy & Practice, 5(1), 7–74. https://doi.org/10.1080/0969595980050102
- Menjelaskan dalil Al-Qur’an dan hadis tentang pentingnya kejujuran (ranah kognitif).
- Menunjukkan perilaku jujur dalam aktivitas sekolah maupun di rumah, misalnya tidak menyontek saat ujian, berkata benar kepada guru dan orang tua, serta mengembalikan barang yang bukan miliknya (ranah afektif).
- Menuliskan refleksi pribadi mengenai pengalaman menerapkan kejujuran dalam kehidupan sehari-hari (ranah afektif dan psikomotor).
- Teks ayat Al-Qur’an (misalnya QS. At-Taubah: 119) dan hadis tentang kejujuran.
- Video pendek yang menggambarkan contoh perilaku jujur dan tidak jujur dalam keseharian siswa.
- Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang berisi pertanyaan pemahaman dan aktivitas simulasi.
- Lembar refleksi yang memandu siswa menuliskan pengalaman pribadi terkait kejujuran.
- Observasi role-play → menilai sikap dan keterampilan siswa saat memerankan situasi yang membutuhkan kejujuran (ranah afektif dan psikomotor).
- Kuis online → mengukur pemahaman kognitif siswa tentang dalil Al-Qur’an dan hadis mengenai kejujuran.
- Refleksi tertulis → menggali kesadaran afektif siswa melalui tulisan pengalaman pribadi dalam menerapkan kejujuran.
4. Contoh Unit Bahan Ajar
Tema: Kejujuran dalam Kehidupan Sehari-hari
Tema ini dipilih karena kejujuran merupakan nilai fundamental dalam ajaran Islam yang menjadi landasan pembentukan akhlak mulia.
Dalam kehidupan sekolah maupun rumah, kejujuran adalah sikap yang harus dibiasakan, mulai dari berkata benar, tidak menyontek,
hingga menepati janji. Melalui tema ini, peserta didik diarahkan untuk memahami dalil Al-Qur’an dan hadis tentang kejujuran,
serta mengintegrasikannya dalam perilaku nyata.
Tujuan:
Setelah pembelajaran, peserta didik diharapkan mampu:
Bahan:
Bahan ajar yang digunakan meliputi:
Penilaian:
Penilaian dilakukan secara autentik dan mencakup berbagai ranah, yaitu:
5. Hambatan & Tantangan bagi Guru PAI
Tantangan pengembangan bahan ajar PAI antara lain: keterbatasan guru dalam memanfaatkan teknologi, kesenjangan konteks budaya, serta belum optimalnya bahan ajar yang sensitif terhadap kebutuhan peserta didik modern.
Pertama, keterbatasan guru dalam memanfaatkan teknologi masih menjadi hambatan besar. Banyak guru PAI yang terbiasa menggunakan metode konvensional, sehingga belum maksimal dalam mengintegrasikan bahan ajar digital seperti e-modules, aplikasi pembelajaran, maupun platform interaktif. Padahal, generasi peserta didik saat ini lebih akrab dengan lingkungan digital dan membutuhkan media pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar mereka.
Kedua, terdapat kesenjangan konteks budaya. Bahan ajar PAI sering kali masih bersifat umum dan belum sepenuhnya dikaitkan dengan realitas sosial-budaya lokal siswa. Hal ini menyebabkan pembelajaran terasa jauh dari kehidupan nyata mereka, padahal Kurikulum Merdeka menekankan pentingnya pendekatan kontekstual yang dekat dengan keseharian siswa serta kearifan lokal yang mereka alami.
Ketiga, bahan ajar PAI seringkali belum optimal dalam memenuhi kebutuhan peserta didik modern. Misalnya, masih kurangnya materi yang menekankan pada nilai inklusivitas, keterbukaan berpikir, serta pemahaman lintas budaya yang sangat penting di era globalisasi. Selain itu, penyajian bahan ajar terkadang hanya berfokus pada aspek kognitif, sementara dimensi afektif dan psikomotorik yang menjadi ciri khas pendidikan agama belum terimplementasi dengan seimbang.
Tantangan pengembangan bahan ajar PAI antara lain: keterbatasan guru dalam memanfaatkan teknologi, kesenjangan konteks budaya, serta belum optimalnya bahan ajar yang sensitif terhadap kebutuhan peserta didik modern.
1. Keterbatasan Guru dalam Teknologi
Banyak guru PAI masih terbiasa menggunakan metode konvensional, sehingga belum maksimal dalam mengintegrasikan bahan ajar digital seperti e-modules, aplikasi pembelajaran, maupun platform interaktif. Padahal, generasi peserta didik saat ini lebih akrab dengan lingkungan digital.
Solusi: Diperlukan pelatihan intensif literasi digital bagi guru PAI serta penyediaan bank sumber belajar digital yang sesuai dengan kurikulum.
Penelitian "Digital Transformation in Islamic Religious Education Learning"
menunjukkan integrasi teknologi (CBI, Web-Based Instruction, Adaptive Digital Learning)
meningkatkan efektivitas dan motivasi siswa. Hambatannya infrastruktur,
kompetensi guru, dan ketersediaan konten digital Islami.
Sumber: globaljournalindexing.org
Penelitian "Teachers’ Digital Literacy Ability to Improve Islamic Religion Education
Learning in Islamic Boarding School" membuktikan pelatihan digital bagi guru
meningkatkan kualitas PAI, memperluas akses referensi, dan memperkuat interaksi.
Sumber: journals.sagepub.com
2. Kesenjangan Konteks Budaya
Bahan ajar PAI sering kali masih bersifat umum dan belum sepenuhnya dikaitkan dengan realitas sosial-budaya lokal siswa. Padahal Kurikulum Merdeka menekankan pentingnya pendekatan kontekstual.
Solusi: Guru PAI perlu mengembangkan bahan ajar berbasis kearifan lokal agar materi lebih dekat dengan keseharian siswa.
Studi "Ilmu Pendidikan Dasar Berbasis Local Wisdom" (Lubis dkk.) menegaskan
bahwa integrasi kearifan lokal memperkuat relevansi bahan ajar.
Tantangannya ada pada sumber daya dan kompetensi guru.
Sumber: pej.ftk.uinjambi.ac.id
Penelitian "The Impact of the Application of Local Wisdom in Learning Materials
on the Motivation of Students" menunjukkan penerapan kearifan lokal
meningkatkan motivasi siswa secara signifikan.
Sumber: jipkl.com
3. Kebutuhan Inklusivitas Peserta Didik Modern
Bahan ajar PAI sering belum optimal dalam memenuhi kebutuhan peserta didik modern, misalnya nilai inklusivitas, toleransi, dan pemahaman lintas budaya. Penyajian masih dominan aspek kognitif, sementara afektif dan psikomotorik kurang diperhatikan.
Solusi: Mendesain bahan ajar yang integratif dan inklusif, menyeimbangkan aspek kognitif-afektif-psikomotorik, misalnya lewat role play, proyek sosial, refleksi nilai, dan evaluasi autentik.
Penelitian "Inclusive Education Learning Process in Islamic Religious Education
Subjects for Children with Special Needs" membuktikan bahwa perencanaan
PAI inklusif efektif mendukung siswa ABK melalui adaptasi tujuan, metode,
dan evaluasi.
Sumber: ejournal.staipiq.ac.id
Studi "Inclusive Islamic Religious Education In Shaping Students’ Religious Tolerance
In Multicultural-Based Schools" menunjukkan bahwa PAI yang inklusif membentuk
sikap toleransi di sekolah multikultural, memperkuat interaksi siswa dari
latar belakang berbeda.
Sumber: jurnal.istaz.ac.id
Kuis Jenis & Karakteristik Bahan Ajar
